Tuesday, July 28, 2015

NamNam Noodle Bar, Ketika Rasa Vietnam dan Indonesia Berpadu

Sama-sama terletak pada kalangan Asia Tenggara menciptakan makanan Vietnam dengan Indonesia mempunyai kemiripan rasa. Meski memperoleh kemiripan, bukan berarti masing-masing makanan bisa diterima demikian saja dan lidah warga lokal. Dibutuhkan sedikit adaptasi rasa serta juga bahan-bahan lain.

Sesuatu ini yang dijumpai NamNam Noodle Bar. Restoran yang menjual aneka kuliner khas Vietnam itu awalnya menyajikan gerai pertamanya pada Singapura. Saat menyediakan gerainya dalam Indonesia, pemilik NamNam Noodle Bar, Chef Nam Q Nguyen, wajib memutar akal untuk membuka hidangan otentik Vietnam, namun sangat sesuai dan lidah orang Indonesia.

“Kita ubah sedikit, tapi untuk rasa tetap rasa Vietnam,” jawab Director NamNam Noodle Bar Indonesia, Tom Suharman, Selasa (30/6/2015).

Bermacam perubahan yang dipertemukan antara lain serta pemilihan daging sapi yaitu bahan baku demi kaldu pho. Kenyataannya, di kalangan asalnya, pho banyak terbuat dari daging babi.

“Di sini (Indonesia) kita tidak memanfaatkan babi, karena Chef Nam berhasrat semua orang sukses memanfaatkan pho yang enak,” jelas Tom.

Selain daging sapi, Chef Nam begitu juga menentukan ayam kampung untuk jadi satu diantaranya varian kaldu dengan topping lain yang disediakandisuguhi NamNam Noodle Bar. Bukan hanya itu, NamNam Noodle Bar dalam Indonesia serta menampilkan jeruk kalamansi Pontianak guna mengimbuhi rasa asam. Meski terbilang berat untuk digemari, Chef Nam kukuh untuk selalu menggunakan jeruk kalamansi Pontianak.

“Kalau berharap tidak ribet kamu mampu pakai jeruk nipis ya, namun menurut Chef Nam, jeruk nipis kurang berkarakter,” jelas Tom.

Keunikan selanjutnya terletak dalam sambal cabai yang dihidangkan dalam bertemu meja. Tom mengucap, penambahan sambal cabai ini baru dipertemukan dalam Indonesia saja. Ucap Tom, pemilihan sambal tersebut karena Chef Nam terinspirasi dari sambal yang biasa di suguhi tukang bakso pada Indonesia.

Monday, July 27, 2015

Menguak Kisah Mistis di Tanah Aborigin

Pegunungan Blue Mountains tersohor juga indahnya kabut biru yang dilepaskan tetapi pepohonan hutan eukaliptus. Pegunungan di regional barat Sydney itu jadi salah satu kebanggan pariwisata Australia, dalam samping beragam pesona yang tersimpan di Negeri Kanguru tersebut.

Dominan wisatawan berharap menaklukan jalur pendakian warisan dunia dalam sana, Six Foot Track dan Jenolan Caves. Namun, siapa yang mengira, terdapat kisah mistis dalam balik keindahannya.

Pada tengah negeri 4 Suku Aborigin pegunungan Blue Mountains, merupakan Darug, Gundungurra, Wiradjuri, dan Dharwal, menjulang tiga pilar batu yang berdiri kokoh sejak ribuan tahun lamanya. Batu setinggi 900 meter ini dipercaya ialah jelmaan kakak beradik Meehni, Wimlah, dengan Gunnedoo.

Dominan cerita beredar, salah satunya menuturkan penyebab mereka menjadi batu sebagai cinta. Alkisah, ketiga gadis jatuh cinta dalam tiga bersaudara dari suku lain. Sayangnya, cinta merekapun terhalang pantangan tradisi.

Suatu ketika, ketiga pria ini berambisi menculik gadis-gadis pujaan hatinya. Tanpa diduga, keputusan mereka malah mencetuskan pertandingan panas diantara suku.

Untuk menjaga untuk ketiga gadis tidak menjadi korban pertemuan, sang kepala suku juga mengubah merekapun jadi batu. Masa depan bukan berpihak ketika kepala suku terbunuh di medan perang sebelum pernah membalikkan mantranya.



Shutterstock Tempat ini menyimpan hutan hujan kuno yang yang berkelok sepanjang dua,4 kilometer serta tetap terjaga sejak zaman dinosaurus.
Memakai "Three Sisters"

Sungguh, meskipun lain dari wujud merekapun dulunya, ketiga gadis Aborigin ini bukan kehilangan kecantikan merekapun. Pendaran sinar mentari menciptakan tebing Three Sisters memantulkan warna-warni apik yang tetap berubah selama hari juga selama musim.

Bahkan dalam malam hari, wisatawan tetap diharuskan siap terpukau akan pesona mereka yang bermandikan cahaya bulan dan dilatari langit malam.

Masuklah melalui Echo Point Visitor Information Centre. Itu merupakan bursa ke beragam petualangan alam menarik, mirip panjat tebing, turun tebing, dengan penelusuran gua, yang mampu dinikmati sebelum mencapai Three Sisters.

Shutterstock Di perhatikan dari ketinggian, Three Sisters serta tak kalah menakjubkan.
Tetapi, seandainya tidak ingin berjalan kaki, pengunjung sukses menaiki Scenic Railway. Perjalanan akan lebih menarik juga tukikan tajam kereta yang berkeliling Blue Mountains.

Dilihat dari ketinggian, Three Sisters begitu juga bukan kalah menakjubkan. Pelancong berhasil meluncur pada antara puncak-puncak tebing sambil mempelajari kanopi hutan hujan melalui lantai kaca Scenic Skyway atau bergoyang dalam kereta gantung udara penguasa, Scenic Cableway.

Sekota 800 meter menuju bawah, pengunjung serta sukses melanjutkan penjelajahan menuju dasar lembah Three Sisters melalui The Giant Stairway. Sehabis itu, menanti Scenic Walkway, hutan hujan kuno yang yang berkelok sepanjang 2,4 kilometer dengan tetap terjaga sejak zaman dinosaurus.

Bersiaplah ternganga dengan terpikat tapi eloknya Three Sisters. Sebelumnya, siapkan seperjalanan wisatawan dengan Wego juga peroleh biaya unggulan demi jatah tiket juga hotel sepanjang perjalanan. Dapatkan dengan keterangan cara prioritas berlibur menyenangkan yang lain pada Australia.

Sunday, July 26, 2015

Melancong ke Sarang Binatang Buas di Afrika

Kecanduan sensasi alam liar, bersua langsung juga binatang eksotis, sambil mengendarai mobil offroad terasa semacam pengalaman lalu yang bukan terlupakan. Sebuah itu serta diungkap Kompas.com ketika mendapat undangan oleh Datsun Indonesia, bertamasya ke Welgevonden Permainan Reserve, taman konservasi hewan liar dalam Vaalwater, Limpopo, Afrika Selatan.

Lokasi itu cukup jauh, diharuskan melalui perjalanan satu kota 260 km dari Bandara OR Tambo, melintasi Johannesburg, sekota 3 jam perjalanan. Setibanya dalam gerbang utama, Welgevonden Pagelaran Reserve, kami diwajibkan bertukar kendaraan dengan mobil offroad membuka taman alam yang dikelola swasta seluas 37.000 hektar itu. Taman tersebut memperoleh lebih dari 50 mamalia, termasuk "Africa's Big Five", yakni singa, macan tutul, gajah, banteng Cape, dan badak.

"Di sini berbeda, seluruh binatang hidup bebas dalam alam liar. Jadi kita yang diharuskan menggemari dalam mana merekapun berada dan tak langsung dari dekat," ucap Lazarus, pemandu Welgevonden Game Reserve, dalam Vaalwater, Afsel, Selasa (1/7/2015).

Ketika melihat kendaraan offroad yang jadi sarana transportasi nomor satu, suasana cukup terkejut melihatnya. Sungguh bentuk kendaraan itu punya ground clearence (jarak pijak) yang tinggi dari tanah. Namun, kendaraan tersebut dimodifikasi dan atap terbentang, lengkap juga jajaran jok tiga baris pada belakang sopir. Praktis, berhasil dibilang mobil tersebut cukup terbuka. Selalu mungkin menurut binatang liar masuk atau bahkan menyentuh kami semua penumpang di belakang.

Padahal, ketika biasa alternatif menuju Taman Safari di Puncak, Bogor, membuka kaca saja dilarang saat mengendarai kendaraan pribadi yang tertutup rapat. Perasaan makin menarik karena binatang-binatang yang akan anda kunjungi gunakan status buas.

"Jangan khawatir, para binatang dalam sini telah sangat 'familiar' dengan kendaraan tersebut. Tetapi, merekapun memilah tidak mengenal manusia, jadi selama Kamu bukan keluar kendaraan juga mengikuti perintah saya, semua akan aman-aman saja. Termasuk singa, merekapun begitu juga aman," jawab Lazarus, menjelaskan.

Agung Kurniawan/Kompas.com Rombongan Zebra melintasi jalur kendaraan saat bersafari.
Safari

Rombongan tiba pada basecamp Welgevonden Aksi Reserve dalam bursa utama, satu kota pukul 13.30 kala setempat. Sekarang lagi musim dingin pada Afrika Selatan, menjadi meskipun langit cerah dengan sinar matahari terik, tapi suhu udara menunjukan sepuluh derajat celsius. Embusan angin yang cukup deras dan kendaraan terbuka, menciptakan suasana perjalanan jadi sejuk, mirip kala Gunung Bromo ketika siang hari.

Mengawali perjalanan, bukan jauh dari gerbang nomor satu, kami langsung disapa tetapi rombongan zebra. Sambil mematikan mesin dengan menghentikan kendaraan, kami memulai mengambil foto dan mendengarkan penjelasan dari Lazarus. Petualangan berlanjut, kami masuk makin dalam ke hutan konservasi buatan tersebut.

Berkat kesabaran dengan kemahiran Lazarus pada mendeteksi jejak binatang liar, kami sempat menjumpai segala superstar safari, seperti gajah, jerapah, badak, antelope, serta banteng. Setelah sempat memutari dengan berkordinasi dan pemandu lain memasuki radio, akhirnya kami berjumpa dan binatang yang di tonton , singa.

Menjadi pengalaman lalu luar biasa dapat dekat dengan si raja hutan, sekedar berjarak tetangga 5 meter dari posisi mobil akhir. Mesin dimatikan, Lazarus memesan, supaya tak banyak mengeluarkan suara di kabin mobil.

Mengamati gerak-gerik singa liar, sesekali mengabadikannya menelusuri kamera, jadi keasyikan tersendiri yang tak terlupakan, bersafari di Afsel.

Saturday, July 25, 2015

Ngabuburit Sambil Berburu Batik di "Pasar Klewer"

Siapa yang tidak akrab Pangsa Klewer. Sentra batik di Kota Solo itu menyajikan aneka macam batik, sejak dari batik tulis dengan batik cap khas Solo, hingga batik dari daerah lain, seperti Yogyakarta, Pekalongan, Cirebon, Betawi, serta berikutnya. Sebab kelengkapannya ini, tidak heran seandainya Pasar Klewer berulang dijadikan tempat berburu batik oleh seluruh pecinta kain nusantara.

Bukan perlu jauh-jauh berburu batik di Pasar Klewer Solo, saat ini suasana berbelanja batik ala Pangsa Klewer dapat ditemukan pada La Piazza Kelapa Gading. Aktifitas yang bertajuk “Ngenteni Buka Ning Pangsa Klewer” tersebut dengan mampu menjadi satu diantaranya tindakan ngabuburit Anda di bulan Ramadhan kali ini.

Dengan memperlihatkan 36 pedagang batik langsung dari Solo, aktivitas tersebut mampu dijadikan pusat berburu batik menurut warga Jakarta serta sekitarnya. Bukan sekedar itu, acara yang dihelat dalam 19 Juni-5 Juli 2015 itu dan diinginkan sukses membantu perekonomian para pedagang Pasaran Klewer sehabis insiden kebakaran yang terjadi Desember 2014 silam.

“Saya bersyukur dengan event ini juga biar promosi setelah Jakarta, meskipun telah kebakar akhir, namun (seluruh pedagang Pasar Klewer) selalu ada,” ungkap pemilik Batik Rejo Sari, Christandy Suryanto, kepada KompasTravel, Sabtu (27/6/2015).

Selain menyajikan seluruh pedagang batik dari Solo, pameran batik eksklusif dari batik Danar Hadi, Djawa, Puro Mangkunegaran, dengan Buana Alit Gallery juga hadir di kegiatan itu. Berada dengan aneka beraneka kerajinan khas Yogyakarta yang juga bisa Kamu temui dalam sini.

Habis ngabuburit serta berburu batik, pengunjung sukses langsung berburu aneka ragam kuliner khas Solo, seperti Makobar (Martabak Kottabarat), Nasi Liwet & Ayam Goreng Kampung Solo Asli Ny. Lany, Srabi Solo Notosuman Ny. Handayani, Selat Segar Galantin & Nasi Langgi Solo, dengan aneka ragam kuliner berikutnya.

Sambil memakai aneka sajian kuliner, pengunjung akan ditemani alunan musik gamelan juga dan iringan musik keroncong yang dibawakan musisi-musisi keroncong terbesar di Indonesia.

Thursday, July 23, 2015

Mari Berkumpul di Pantai

SENANDUNG lagu dangdut terdengar dari balik deretan pohon cemara yang berdiri tegak menghadap Teluk Sesar dalam sebelah barat Bula, ibu kota Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku. Deringan gitar berpadu suara serak, mengantar beberapa bocah bergoyang. Tontonan itu berada pada Pantai Gumumai sesuatu siang habis Maret kemudian.

Syahbudin Suakur, pria yang saat ini berumur 72 season itu memainkan gitar tuanya untuk menggembirakan cucu-cucunya. Mereka memakai liburan berhenti minggu di pantai yang berjarak lebih kurang tiga kilometer dari Bula tersebut. Suasana pantai terasa asri, diterpa embusan angin sepoi-sepoi yang mengundang rasa kantuk.

Selepas melantunkan lagu berirama dangdut, Syahbudin kembali menggapai dawai gitarnya. Kali ini, iramanya lebih pelan. Ia menyanyikan lagu berjudul ”Bula”. Syair lagu ini mengisahkan kekejaman tentara Jepang kepada warga pribumi, saat Jepang menduduki Bula saat Perang Dunia Kedua. Musim itu Syahbudin lahir, 1943.

Gumumai merupakan bahasa setempat, yang dalam bahasa Indonesia berarti ”Mari Berkumpul”, merupakan lokasi istirahat buat segala pekerja romusa dalam antaranya ayah Syahbudin yang bernama Suakur. Pada Pantai Gumumai mereka bersembunyi melepas kepenatan, selepas dipaksa bekerja memenuhi kebutuhan logistik perang tentara Jepang, terutama penyediaan pasokan bahan bakar.

Pada Bula terdapat puluhan lokasi pengeboran minyak bumi. Berada ladang minyak tua yang sudah dieksploitasi sejak semula periode ke-20 tetapi Belanda. Sampai sekarang, ladang tersebut masih berproduksi. ”Pantai Gumumai ialah lokasi peneduh mulai zaman penjajah,” kata Syahbudin.

Pantai Gumumai dalam sore hari menjelang malam terasa lain. Deburan ombak Laut Seram mengejar puluhan ekor bangau yang menggandrungi kepiting kecil dalam pasir. Ketika air laut harap menyentuh kaki-kaki panjang itu, burung-burung bangau serentak terbang. Ketika air laut bergerak surut, bangau-bangau kembali mendarat.

Pelepas dahaga

Selain menjadi oase buat warga setempat, Pantai Gumumai serta seolah jadi pelepas dahaga buat tamu yang terbaru tiba pada Bula, terutama yang menggunakan moda transportasi darat. Perjalanan darat memang cukup melelahkan bahkan seru. Untuk mencapai Bula, tamu yang melewati Ambon menyeberang serta Feri ke Waipirit, Kabupaten Seram Bagian Barat.

Perjalanan lalu serta dari Waipirit ke Bula, serta melintasi Gunung Sawai Saleman yang oleh warga setempat dinamakan Gunung SS. Kelokan cara yang berjumlah makin dari 350, ditambah bermacam ruas yang rusak, mengocok perut pada akhirnya mendorong rasa mual yang berakhir muntah.

Saat melintasi ruas sempit bertepi jurang, penumpang sungguh diwajibkan tahan napas. Waktu jalan seakan mengesankan keseraman Pulau Seram. Tapi, derita perjalanan lintas pulau juga lebar 18.625 kilometer persegi tersebut, seakan terbayarkan ketika bertandang ke Pantai Gumumai. Gemulai daun-daun cemara seakan menyebutkan selamat berasal menurut pengunjung saat mengakses tempat tersebut.

Kendati tetap sepi dari wisatawan luar daerah, Pantai Gumumai bukan sepi membuka sajian menawan. Pantai yang memperoleh luas selingkungan 30 hektar serta ditumbuhi makin dari 2.000 pohon cemara tersebut sekarang jadi liburan pantai favorit publik setempat.

Rindangnya pohon cemara menjadi peneduh pada kala terik, dihiasi hamparan pasir hitam yang membentang sepanjang hampir 2 kilometer dalam ketika surut, dengan menyajikan kejar-kejaran diantara ombak juga bangau pada saat petang menjemput malam.

Mengunjungi lokasi itu tak butuh biaya besar. Wisatawan yang menggunakan sepada motor cukup membayar Rp tiga.000, sementara yang meraih masuk kendaraan roda empat dikenakan tarif Rp 7.000. Di sana tersedia 13 gazebo yang bisa digunakan berkumpul buat pengunjung rombongan.

Mendalami dimengerti

Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, juga Olahraga, Kabupaten Seram Sesi Timur, Muhammad Ramly Mahu, mengatakan, minimnya akses transportasi menuju Bula menyebabkan lokasi itu belum diperhatikan dominan pengunjung terutama berasal luar Maluku. Sementara, mengamati ada pesawat komersil yang melayani penerbangan Ambon-Bula. Satu-satunya akses ialah jalur darat.

Akibatnya, pengenalan pelancong luar tentang lokasi berwisata itu juga tetap selalu kurang. Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda, dan Olahraga Seram Sesi Timur, gencar menjalankan promosi. Setiap tamu daerah yang asal tetap di ajak ke pantai tersebut.

Sedangkan demi fasilitas penunjang terus ditawarkan pihak swasta. Pada Bula terdapat satu hotel tingkat melati serta 5 penginapan.

Buat rencana, jawab Ramly, pemerintah akan bekerja sama dengan investor untuk mengembangkan Pantai Gumumai, agar lebih menarik. ”Kami siapkan lokasinya, sedangkan pengelola yang menyiapkan event juga fasilitas,” ujarnya.

Pantai Gumumai letaknya pada kawasan Teluk Sesar, akhirnya perairan terasa teduh. Setiap tahun dilakukan lomba dayung, yang tapi seluruh kalangan setempat dimaksud arumbai manggurebe. Pertengahan tahun ini, pemerintah berencana bakal mendatangkan banana boat demi meramaikan tamasya pada Gumumai. Mari berkumpul di Pantai Gumumai.

Tirta Empul, Obyek Wisata Terfavorit di Gianyar

Obyek tamasya Tirta Empul Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Bali, 35 km timur Denpasar, sekarang ada perbaikan dalam kolam tempat permandian, tetap terfavorit, karena ramai dikunjungi wisatawan di serta luar negeri.

Pelancong asing kelihatan berbaur dan rakyat mandi dalam alam terbuka, meskipun sedikit berada gangguan resiko perbaikan. Turis tampaknya bukan terasa terganggu mengikuti seluruh kalangan yang diawali dengan doa sesuai kepercayaannya masing-masing.

Made Lanus, satu pemandu berlibur, Kamis (2/7/2015), menyebutkan pengunjung yang diantarnya asal dari Italia tersebut memang sengaja meminta mandi bersama dan tata metode mengikuti masyarakat Bali mandi pada pancuran yang airnya muncul dari mata air yang diperkirakan suci.

"Obyek wisata Tirta Empul yang bersebelahan dengan Istana Tampaksiring mempunyai daya tarik tersendiri, sehingga banyak turis asing meminta mampu diantarkan menuju tempat persembahyangan bagi umat Hindu dalam daerah ini," kata Made Lanus.

Adanya pengembangan lokasi berlibur dikelola serta apik itu memiliki satu kota seratus juru foto yang melayani seluruh kalangan di mengabdikan permintaan rakyat yang mendatangi sini, juga sebanyak 20 orang yang bertugas setiap hari.

Dinas Pariwisata Provinsi Bali mencatat Tirta Empul, termasuk sepuluh besar obyek berwisata yang mendapatkan kunjungan turis terbanyak, selain Tanah Lot dalam Kabupaten Tabanan, Uluwatu pada Kabupaten Badung, Danau Beratan dalam Kabupaten Tabanan, kawasan tamasya Penelokan Kintamani, Bangli juga gunung serta Danau Baturnya.

"Pengunjung selama 2015 dari Januari-Mei menuju obyek tamasya tersebut sebanyak 163.406 orang atau rata-rata 32.000 per bulan, sementara sepanjang 2014 tercatat 443.883 orang. Jumlah kunjungan sebanyak ini cukup baik," ucap Made Lanus.

Obyek wisata Tirta Empul tetap menjadi primadona kunjungan pengunjung, selain lokasinya berada dalam jalur berlibur menuju Denpasar-Kintamani, dengan memperoleh daya tarik tinggi serta pancuran air suci juga Istana Tampaksiring yang bersebelahan.

Khusus pada Kabupaten Gianyar, Tirta Empul menerima pengunjung terbanyak. Obyek wisata Goa Gajah Bedulu menduduki urutan kedua serta rata-rata 19.321 pengunjung per bulan, diikuti Gunung Kawi Tampaksiring 9.381 pengunjung per bulan. Kemudian Gunung Kawi Sebatu 1.781 pengunjung, Yeh Pulu Bedulu 450 pengunjung. Sedangkan Stage Sidan dengan keindahan alamnya wajib sedikit jumlah kunjungan yakni adil merata 22 orang setiap bulan sebab masih pada tahap promosi.

Gianyar yang diperhatikan daerah seninya pada Bali, serta memperoleh obyek meraik selanjutnya semacam museum lukisan, taman burung, rafting juga taman burung, sapi Desa Taro binatang yang disucikan masyarakat tradisi setempat.

Hutan Pusuk Lombok

Jika berbicara tentang Puncak, maka yang terlintas pada pikiran dominan orang adalah kawasan Puncak, sebuah daerah berlibur pegunungan pada kalangan Kabupaten Bogor juga Kabupaten Cianjur. Daerah itu sungguh sudah lama populer fit kepada pelancong domestik maupun wisatawan mancanegara.

Di wisata Lombok juga menggapai tempat tamasya pegunungan yang tak kalah indahnya juga Puncak, yakni Pusuk Pass, suatu area titik puncak sesuatu bukit yang masuk di kawasan Hutan Pusuk. Dalam Bahasa Sasak, ‘Pusuk’ sungguh berarti Puncak. Hutan tamasya Pusuk adalah hutan wisata yang dalam kelola tetapi Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), yang letaknya di bentangan kaki dari Gunung Rinjani, Gunung tertinggi menuju tiga pada Indonesia yang memiliki tinggi tiga.726 meter diatas seantero laut (mdpl).

Hutan Wisata Pusuk letaknya pada perbatasan Pulau Lombok Barat dan Lombok Utara, juga jarak tempuh sekitar 30 menit dari Kota Mataram maupun Senggigi. Dari Pusuk Pas dalam ketinggian sekota 831 mdpl anda berhasil menikmati keindahan alam Pulau Pulau Lombok yang luar biasa seperti pegunungan yang hijau yang dihiasi tapi pohon-pohon rimbun, tebing curam, dengan hebatnya lagi, kamu serta berhasil memperhatikan keindahan laut Pulau Lombok Utara berikut pantainya yang berpasir putih. Inilah satu diantaranya keindahan yang tidak mampu kita peroleh di Puncak, Bogor.

Segala keindahan itu tetap ditambah lagi serta sensasi bercengkerama langsung dan ratusan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dewasa dan anakan pada habitatnya yang seolah menanti para pengunjung pada pinggir jalan. Berbeda dan di Monkey Forest maupun di Uluwatu, Bali, monyet di hutan Pusuk itu demikian jinak dan seolah tak menghiraukan kerumunan manusia yang mengambil gambar.

Banyaknya tanaman berukuran besar juga rindang membuat lokasi ini nyaman untuk hunian monyet. Selain itu, merekapun juga hidup juga aman dengan bebas tanpa ada ancaman dari manusia. Hutan Pusuk memang adalah perbukitan yang di dalamnya terdapat beberapa macam vegetasi seperti kumbi, garu, mahoni, sonokeling, terep, piling serta tanaman lain, dengan kemiringan tanah yang cukup curam yang memungkinkan semua monyet demikian gampangnya meloncat dari pohon menuju pohon. Selain tersebut, terdapat sangat banyak pepohonan yang daun juga buahnya menjadi makanan favorit semua monyet.

Rakyat pada daerah Pusuk sudah berpendapat kalau keberadaan monyet-monyet tersebut adalah sesi tidak terpisahkan dari kehidupan merekapun, kini banyak pengunjung yang dari hanya untuk mengambil gambar juga bercengkarama serta seluruh monyet dalam habitatnya.

Sri, satu pedagang tuak tradisional dalam kawasan tamasya ini membicarakan bahwa monyet yang kini beranak-pinak dalam hutan Pusuk sudah ada sejak nenek moyang mereka. Orang tua Ibu Sri dulu tetap berpesan untuk bukan mengganggu sekarang menyakiti seluruh ‘penghuni’ hutan itu, sekaligus sebisa mungkin menjaga habitatnya. Sinergi sempurna.

Lestari, salah satu pedagang pada Pangsa pasar Kuliner Pusuk Pass menuturkan selain warga Mataram yang dari melintas, pengunjung fit domestik ataupun manca kalangan juga datang untuk melongok keindahan panorama Pusuk Pass, terutama bercengkerama juga mencurahkan makan monyet-monyet yang jinak itu. “Orang-orang dari dari mana-mana ke Pusuk Pass. Dari Senggigi, dari Mataram,” kata Lestari.

Dalam umumnya, seusai senang melongok monyet, orang-orang akan beristirahat sambil makan dengan minum dalam warung-warung Pangsa pasar Kuliner Pusuk Pass, yang dengan menjual tuak tradisional.

Kawasan Pusuk Pass sekarang makin popular pada negara wisatawan, fit domestik ataupun internasional. Mirip saat tim Mongabay kontra serta Brandon dengan Michelle yang keduanya datang dari Australia pada Pusuk Pass, mereka sudah tiga kali menuju Lombok dengan bukan sempat melewatkan demi mengunjungi Pusuk Pass. Alasannya sederhana, bercengkerama dengan monyet pada habitat aslinya. “Hutan pada sini dan asri dengan asli. Kami pasti akan kembali lagi” sahut Michelle.

Pusuk Pass merupakan kawasan hutan konservasi yang terletak pada kawasan hutan Rinjani Barat serta luas 43.550,23 hektar. Ada sekitar 162 bentuk pohon yang tumbuh dalam areal ini, antara lain Sono Keling (Dalbergia latifolia), Daoki (Duacontomelori mangiferum) juga Mahoni (Swettania macrophylla). Keberadaan satwa yang dengan bebas hidup pada habitatnya, lalu kesadaran rakyat bakal pentingnya melestarikan alam, jadi contoh sempurna bahwa ekonomi masyarakat sukses tumbuh juga prima, selaras dengan alam sekitarnya yang terjaga.