Thursday, July 23, 2015

Hutan Pusuk Lombok

Jika berbicara tentang Puncak, maka yang terlintas pada pikiran dominan orang adalah kawasan Puncak, sebuah daerah berlibur pegunungan pada kalangan Kabupaten Bogor juga Kabupaten Cianjur. Daerah itu sungguh sudah lama populer fit kepada pelancong domestik maupun wisatawan mancanegara.

Di wisata Lombok juga menggapai tempat tamasya pegunungan yang tak kalah indahnya juga Puncak, yakni Pusuk Pass, suatu area titik puncak sesuatu bukit yang masuk di kawasan Hutan Pusuk. Dalam Bahasa Sasak, ‘Pusuk’ sungguh berarti Puncak. Hutan tamasya Pusuk adalah hutan wisata yang dalam kelola tetapi Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR), yang letaknya di bentangan kaki dari Gunung Rinjani, Gunung tertinggi menuju tiga pada Indonesia yang memiliki tinggi tiga.726 meter diatas seantero laut (mdpl).

Hutan Wisata Pusuk letaknya pada perbatasan Pulau Lombok Barat dan Lombok Utara, juga jarak tempuh sekitar 30 menit dari Kota Mataram maupun Senggigi. Dari Pusuk Pas dalam ketinggian sekota 831 mdpl anda berhasil menikmati keindahan alam Pulau Pulau Lombok yang luar biasa seperti pegunungan yang hijau yang dihiasi tapi pohon-pohon rimbun, tebing curam, dengan hebatnya lagi, kamu serta berhasil memperhatikan keindahan laut Pulau Lombok Utara berikut pantainya yang berpasir putih. Inilah satu diantaranya keindahan yang tidak mampu kita peroleh di Puncak, Bogor.

Segala keindahan itu tetap ditambah lagi serta sensasi bercengkerama langsung dan ratusan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dewasa dan anakan pada habitatnya yang seolah menanti para pengunjung pada pinggir jalan. Berbeda dan di Monkey Forest maupun di Uluwatu, Bali, monyet di hutan Pusuk itu demikian jinak dan seolah tak menghiraukan kerumunan manusia yang mengambil gambar.

Banyaknya tanaman berukuran besar juga rindang membuat lokasi ini nyaman untuk hunian monyet. Selain itu, merekapun juga hidup juga aman dengan bebas tanpa ada ancaman dari manusia. Hutan Pusuk memang adalah perbukitan yang di dalamnya terdapat beberapa macam vegetasi seperti kumbi, garu, mahoni, sonokeling, terep, piling serta tanaman lain, dengan kemiringan tanah yang cukup curam yang memungkinkan semua monyet demikian gampangnya meloncat dari pohon menuju pohon. Selain tersebut, terdapat sangat banyak pepohonan yang daun juga buahnya menjadi makanan favorit semua monyet.

Rakyat pada daerah Pusuk sudah berpendapat kalau keberadaan monyet-monyet tersebut adalah sesi tidak terpisahkan dari kehidupan merekapun, kini banyak pengunjung yang dari hanya untuk mengambil gambar juga bercengkarama serta seluruh monyet dalam habitatnya.

Sri, satu pedagang tuak tradisional dalam kawasan tamasya ini membicarakan bahwa monyet yang kini beranak-pinak dalam hutan Pusuk sudah ada sejak nenek moyang mereka. Orang tua Ibu Sri dulu tetap berpesan untuk bukan mengganggu sekarang menyakiti seluruh ‘penghuni’ hutan itu, sekaligus sebisa mungkin menjaga habitatnya. Sinergi sempurna.

Lestari, salah satu pedagang pada Pangsa pasar Kuliner Pusuk Pass menuturkan selain warga Mataram yang dari melintas, pengunjung fit domestik ataupun manca kalangan juga datang untuk melongok keindahan panorama Pusuk Pass, terutama bercengkerama juga mencurahkan makan monyet-monyet yang jinak itu. “Orang-orang dari dari mana-mana ke Pusuk Pass. Dari Senggigi, dari Mataram,” kata Lestari.

Dalam umumnya, seusai senang melongok monyet, orang-orang akan beristirahat sambil makan dengan minum dalam warung-warung Pangsa pasar Kuliner Pusuk Pass, yang dengan menjual tuak tradisional.

Kawasan Pusuk Pass sekarang makin popular pada negara wisatawan, fit domestik ataupun internasional. Mirip saat tim Mongabay kontra serta Brandon dengan Michelle yang keduanya datang dari Australia pada Pusuk Pass, mereka sudah tiga kali menuju Lombok dengan bukan sempat melewatkan demi mengunjungi Pusuk Pass. Alasannya sederhana, bercengkerama dengan monyet pada habitat aslinya. “Hutan pada sini dan asri dengan asli. Kami pasti akan kembali lagi” sahut Michelle.

Pusuk Pass merupakan kawasan hutan konservasi yang terletak pada kawasan hutan Rinjani Barat serta luas 43.550,23 hektar. Ada sekitar 162 bentuk pohon yang tumbuh dalam areal ini, antara lain Sono Keling (Dalbergia latifolia), Daoki (Duacontomelori mangiferum) juga Mahoni (Swettania macrophylla). Keberadaan satwa yang dengan bebas hidup pada habitatnya, lalu kesadaran rakyat bakal pentingnya melestarikan alam, jadi contoh sempurna bahwa ekonomi masyarakat sukses tumbuh juga prima, selaras dengan alam sekitarnya yang terjaga.

No comments:

Post a Comment